Kenangan kecil ILC NLC Universitas Indonesia
Malam ini
tepat jam 10 setelah tidur satu jam sebentar dan diluar kebiasaan. Aku
terbangun saat segerombolan nyamuk mulai menggerogoti kaki ini, entah tak tau
kenapa malam ini merasa kantuk setelah menanti pesan singkat yang tak kunjung
dapat balasan. Ya, ini tentang gadis patih majapahit yang begitu menggoda
pikiran untuk memilikinya, begitu anggun, begitu menawan dan begitu elegan yang
memberikan kesan konotasi yang mutlak bahwa aku tak mungkin bisa memilikinya. Ketertarikan bermula saat aku berada dalam
camp 5 hari yang padat dengan agenda enam dua belas, ya, kami harus bangun jam
enam dan kembali tidur jam dua belas. Tampaknya cerita akan lebih panjang jika
aku juga menceritakan tentang camp ini sebelum ke gadis patih majapahit itu.
Dengan slogan
global leaders nusantara colours, camp itu memang diisi oleh orang-orang yang
aku pikir memang layak masuk disana, orang-orang yang dipenuhi dengan
embel-embel prestasi di sekujur tubuhnya. orang-orang yang telah pernah
melelang buana ke negeri orang non indonesia. ILC NLC sebuah camp pelatihan
kepemimpinan yang diikuti oleh 3 negara, Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sebuah
acara yang sebelumnya tidak tergambarkan oleh diri ini yang untuk pertama kali
dapat berjabat tangan langsung dengan orang-orang hebat dari bangsa melayu,
yang awalnya aku tak berniat untuk ikut namun desakan dari teman yang begitu
antusias membuat diri ini mulai tertarik dan akhirnya dapat terbang lagi untuk
kedua kali ke ibukota, tepat nya ke Universitas Indonesia.
Hari
keberangkatan pun tiba, saat dimana kembali dapat terbang dengan pesawat
berbeda, sriwijaya air mengantarkan kami bertiga menyebrangi jalur udara sampai
di bandara soeta. 3 jam terlalu lama sebenarnya saat menuggu jemputan yang tak
kunjung datang, kekecewaan mulai mengusik saat itu, saat memang sudah terlalu
lelah menunggu panitia penyelenggara yang tak datang dan tiba. Namun kekecewaan itu sirna saat panitia itu
tiba dan perjalanan ke tempat pelaksanaan dituju, satu bus dengan orang-orang
yang untuk pertama kalinya disapa, ada wong jogja, ada orang riau, lampung dan
padang, dan orang thailand yang aku kira orang indonesia.
Hari pertama
dan kedua kegiatan diisi dengan materi-materi dan seminar kepemimpan. Ya
beruntung dapat bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang hebat dari
universitas se indonesia, malaysia dan thailand serta berbagi ilmu dengan
pembicara yang memang berkompeten dibidangnya. Ada pak arief munandar dan
slamet rahardjo yang begitu menginspirasi.
Hari ketiga
dipadati dengan kegiatan lapangan (outbond) bersama menwa, hari ketiga ini
sebenarnya dicederai oleh keterlambatan yang saat itu, satu kamar yang terdiri
dari aku dan 3 teman lainnya kesiangan sehingga kami pun telat menuju markas
resimen mahasiswa itu. Ahh lupakan saja,
yang terpenting itu tidak mengurangi esensi kegembiraan yang kami dapat dihari
ketiga, mulai dari games-games yang seru sampai kegiatan membuat rakit yang
begitu mengesankan. Kami harus menyebrangi danau UI itu dengan rakit yang
dibuat dengan tangan kelompok-kelompok peserta ILC NLC. Melelahkan memang, tapi
itu hanya sebagian dari bumbu-bumbu hari ketiga yang sebenarnya penuh dengan
balutan kebersamaan.
Tak usah
berlama-lama, langsung masuk ke malam kelima, ini tentang kenduri kebangsaan,
salah satu agenda yang paling ditunggu. Acara yang dilaksanakan di Crowne
hotel, sebuah hotel mewah di ibukota.
Aku bersama teman yang lain dapat kesempatan tampil di hadapan semua
tamu-tamu besar seperti yohanes surya dan neno warisman dan calon orang-orang
besar peserta ILC NLC tentunya. Menampilkan sebuah dramatisasi puisi kebangsaan
yang membuat diri ini menjadi lebih percaya diri. Ya, ternyata lepas penampilan
itu keberanianku sedikit melambung, aku sadar ternyata percuma jadi orang yang
pemalu di agenda sebesar ini.
Masuk ke inti
cerita, ini yang menjadi esensi pentingnya, benar, tentang gadis patih
majapahit yang memang sejak awal menjadi sorotan, begitu manis, begitu indah. Aku
beranikan diri menyapa yang dihari-hari sebelumnya memang tak terlintas untuk
sok berani bercengkrama. Apa yang terjadi? Ternyata respon positif yang
didapat, dia begitu ramah mebalas setiap untaian pertanyaan yang didaratkan di
benak pikirannya shingga terjalin komunikasi yang tidak terlalu canggung.
Sampai kamera pun ikut campur dalam obrolan yang sebenarnya terlalu pendek. Ya,
kami sempat berphoto dan berkata photo ini akan menjadi saksi siapa yang akan
jadi presiden dan siapa yang akan jadi menteri, ini tentang celotehan kosong
serius bagiku. 20 tahun kedapan kita tak tahu apa yang terjadi, apakah kami
akan berjumpa sebagai seorang presiden dan menteri ? yang pasti aku mulai
mengagumi sosok dinamsi yang begitu elegan dengan balutan blazer krim coklat
itu.
Komentar
Posting Komentar